Stop Pungli di Kampus Islam

1

Ilustrasi Stop Pungli di Kampus Islam./ Ilustrator by : Alhasim.

Ilustrasi Stop Pungli di Kampus Islam./ Ilustrator by : Alhasim.

Cakrawalaide.com, – Pungutan liar atau sering disingkat dengan pungli adalah redaksi kata yang sering memenuhi telinga kita setiap harinya, biasanya kata ini digunakan pada hal yang merujuk pada pengambilan hak orang lain berupa pembayaran. Dengan alasan peningkatan pelayanan, perawatan, dan lain sebagainya. Saya masih ingat pernah mengikuti diskusi tentang transparansi PP No. 60 Tahun 2016 tentang jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada kepolisian negara Republik indonesia (Polri) sebagai pengganti PP No. 50 tahun 2010. PP ini berlaku mulai tanggal 7 Januari 2017.

Dalam dialog tersebut salah seorang Narasumber yang berseragam polisi mengatakan bahwa memang diperlukan adanya kenaikan administrasi mengingat bahwa perlunya peningkatan pelayanan terhadap masyarakat seperti segala hal yang berbau online, pengurusan website e-samsat dan lain sebagainya, konon katanya ini juga demi masyarakat yang akan menikmati peningkatan pelayanan dari kepolisian, secara hukum, bukankah hal ini telah seharusnya menjadi tugas dari kepolisian negara ?

Mari kita cek pada pasal 13 UU No. 2 Tahu 2002 mengenai tugas pokok Polri yakni memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Jika saja semua pelayanan harus berbayar, untuk apa undang-undang dirumuskan ? dan jika saja undang-undang dituliskan hanya untuk diabaikan, berapa juta uang negara yang habis untuk membeli tinta menggembar-gemborkan kesana kemari untuk mengikat yang lemah ?

Lahir dari Kepentingan
Dalam diskusi tersebut yang didominasi oleh mahasiswa tentunya menanyakan banyak hal namun tak semua mampu terjawab dengan forum yang dibatasi oleh durasi waktu. Melihat fenomena yang sekarang apakah aturan itu lahir dari kesepakatan ? barangkali inilah yang selalu menjadi akar permasalahan di tempat manapun, bahwa aturan lahir sepihak dari atas ke bawah untuk mengikat siapapun yang berada dibawah. Tak sadarkah kalian bahwa untuk melegalkan segala kepentingan kampus tentunya harus ada aturan secara tertulis. Banyaknya aturan di UMI mulai dari statuta yayasan, ststuta universitas, hingga julukan buku saku yang berisi peraturan akademik UMI membuat mahasiswa semakin terikat. Kata bebas yang menjadi hakikat manusia secara lahir pun jauh dari realitas, pertanyaan selanjutnya negara dalam kehadirannya yang menjanjikan pemenuhan, menjamin dan melindungi hak dasar manusia sesuai amanat UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, penerapannya dimana ? bukankah sejak kita bernegara hak dasar manusia harusnya 2 kali lipat lebih terjaga ?

Rupanya realitas yang ada tak demikian, dalam UUD 1945 pasal 28 (1) yang menjamin bahwa tak ada perbudakan nyatanya masih terpampang besar depan mata, Fakultas Sastra yang sedari awal tak berpiagam kini berinisiasi menampilkan watak sesungguhnya bahwa sewajarnya setiap fakultas di UMI wajib melakukan pungli, Surat Keputusan (SK) dengan nomor 236/H.25/Fst-UMI/III/2017 yang ditetapkan 27 maret 2017 M, bertepatan 28 J.akhir 1438 H, tentang pembiayaan administrasi, memutuskan bahwa biaya cetak tabulasi senilai Rp. 10.000,- biaya surat keterangan aktif senilai Rp. 10.000,- biaya legalisir ijazah/nilai senilai Rp. 5.000,-/ lembar dan seterusnya.

SK tersebut terbingkai rapi dalam kaca, beberapa mahasiswa Sastra sendiri tentu saja risih dengan SK pungli yang dilegalkan tersebut dengan alasan apapun, karena saya sependapat dengan kepala yayasan wakaf UMI, yang Dalam terbitan Cakrawala edisi Mei 2014 dengan tema Pungutan Haram Kampus Islam menegaskan bahwa tidak dibenarkan pembayaran selain BPP/SPP karena kebutuhan fakultas melalui mekanisme yang dianggarkan oleh yayasan. Nah, pertanyaan yang lahir kemudian, pungli yang dilegalkan oleh mereka secara lisan dan tulisan, rahimnya dimana ?

Peran UU KIP kian hari kian jadi wacana semata dalam penerapannya sejak tahun 2010 lalu tak maksimal membuahkan transparansi, dalam terbitan Cakrawala edisi agustus 2016 dengan tema Transparansi Dana Kemahasiswaan Not Found, yang saya anggap masih nihil dalam investigasinya dan berujung pada bedah buletin oleh kawan UPPM UMI hanya menghasilkan tulisan berjudul, Persoalan Transparansi, Birokrat Kampus Saling Lempar Tanggung Jawab. Bagaimana tidak ? yang dipercayakan sebagai narasumber saat itu adalah WR III UMI (bagian kemahasiswaan) yang kemudian mengatakan tak tahu secara pasti dana kemahasiswaan di UMI, yang paham hanyalah WR II UMI (bagian keuangan). Pertanyaan yang lahir sebagai masalah kesekian kalinya adalah, Apakah WR III UMI tidak menjalin komunikasi dengan WR II UMI ?

Belum terjawab pertanyaan yang sulung, lahir kembali pertanyaan selanjutnya yang tentunya tidak akan pernah menjadi pertanyaan bungsu ketika belum terjawab pertanyaan sulung, mari kita sesekali berjalan menuju perpustakaan kampus masing-masing, berapa persen SPP/BPP yang menjamin hak (mahasiswa)mu untuk membaca buku di perpustakaan ? nyatanya yang kamu pikirkan sama dengan yang saya pikirkan bahwa sudah selayaknya saya ke perpustakaan dengan hanya membawa diri, tanpa uang pembuatan ataupun perpanjangan kartu perpustakaan yang tentunya tiap tahunnya meningkat tergantung dari birokrasi kampus UMI seberapa besar manaikkan pembayaran tersebut, toh, bukankah mereka sang pemilik kepentingan ? dan bukankah mereka yang menjadikan UU KIP terlihat hoax ? dan ribuan mahasiswa UMI masih dengan zona nyaman untuk membayar hak yang harusnya dipenuhi oleh kampus.

Mahasiswa Paham Haknya
Jika kita mengacu pada Undang-undang No. 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi) menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, maka anggota KPK mengatakan bahwa untuk mengurangi tindak koruptif adalah warga negara harus paham haknya, begitu juga dalam kampus UMI, setiap mahasiswa sudah selayaknya melepaskan segala ikatan yang mematikan nalar nilai kata maha, dalam buku Paulo Freire berjudul pendidikan alat perlawanan menjelaskan bahwa substansi paling penting dalam pendidikan adalah kesadaran. Disambung lagi dengan kalimat dalam buku David Cogswell Chomsky untuk Pemula yang menjelaskan bahwa Noam Chomsky pernah menulis buku yang berjudul tanggung jawab kaum intelektual yang mendefinisikan kaum intelektual adalah mereka yang mampu menganalisa tiap kebijakan pemerintah dan tidak menelannya begitu saja. Mari berpikir dan bertindak ! jangan membiarkan ketakutan Paulo Freire terjadi hanya karena mahasiswa tak juga sadar bahwa pendidikan harus mampu menumbuhkan kesadaran kritis peserta didik, sehingga dapat secara kritis dan kreatif menghadapi problem masyarakat yang dihadapinya, terutama dalam kampus itu sendiri sehingga pendidikan jangan hanya berpusat pada kepentingan pendidik yang berujung memasung peserta didiknya.

Tentunya dari perspektif apapun, pungli tetap tak baik untuk diterapkan di kampus islam, UMI dan stakeholdernya harus memilih menerapkan hukum negara atau hukum syariat islam, sebagai mahasiswa yang terlahir di kampus yang menanamkan nilai-nilai islami mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, harusnya kita berpegang teguh pada pedoman agama pula yakni kitab suci Al-Qur’an, disebutkan pula, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS. Asy Syura : 42).

Dari perspektif hukum negara dengan beberapa pasal diatas telah banyak bercerita sehingga pemberantasan pungli dianggap sangat serius diupayakan terbukti dikeluarkannya peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 tahun 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas Saber Pungli) yang ditandatangani oleh  Joko Widodo  pada 20 Oktober 2016 dengan menyelenggarakan fungsi intellijen, pencegahan, penindakan, dan yustisi.

Penulis : Nursaid

Editor   : Icha 

1 thought on “Stop Pungli di Kampus Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *