Rancunya Sistem Pendidikan Indonesia

0

imagesMakassar, cakrawalaide.com – Kondisi pendidikan di Indonesia yang semakin hari memprihatinkan siapa saja yang masih punya nurani di dalam dada. Pendidikan dijadikan sebuah komoditi akibat dari proses liberalisasi yang tak kunjung henti.

Dalam acara diskusi trotoar yang dilaksanakan oleh Barisan Anak Demokrasi Kritis Universitas Muhammadiyah Makassar (BADIK UNISMUH), kamis (30/04) yang bertempat di Multimedia Makassar depan kampus ini, bertajuk “Hentikan jual beli pendidikan dan wujudkan pendidikan gratis untuk rakyat.” Distro ini dihadiri delegasi dari berbagai organ kampus.

Menurut Dayat, salah satu narasumber yang memaparkan beberapa sejarah munculnya pendidikan di Indonesia di awali dari zaman kolonialisme, orde lama, orde baru sampai era reformasi saat ini, sistem pendidikan di Indonesia saat ini sangat rancu akibat konsumsi publik terhadap ilmu pengetahuan itu sangat minim. “Pendidikan di Indonesia tidak pernah hadir dalam produk pendidikan Indonesia itu sendiri, melainkan hadir karena produk pendikan dari negara lain khusunya pada zaman kolonial Belanda, dimana Belanda yang pada zaman dahulu menerapkan pendidikan yang mempelajari budaya dari Indonesia itu sendiri” ujarnya.

Adanya perselingkuhan antara negara dan kaum kapitalis menjadi landasan muculnya bandit-bandit di berbagai instansi pendidikan di Indonesia. “Banyaknya pungutan liar di berbagai istansi pendidikan dan mahalnya pendidikan di Indonesia menjadi wajah luar dari buruknya pendidikan di Indonesia seperti yang kita lihat saat ini” jelas Ruslan, Salah satu narasumber dari FPPI.

Selain itu, adanya beberapa rekomendasi yang muncul setelah diskusi trotoar, yakni bagaimana sikap mahasiswa sendiri dalam menjemput Hardiknas pada 2 Mei nanti.

Permasalahan pendidikan di Indonesia memang masih sangat jauh dari harapan dan cita-cita bangsa, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan sebagai hak tiap warga negara seharusnya dipenuhi sebagai bentuk kewajiban negara yag kemudian termaktub dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi.

Penulis : Unru
Red         : Diandika 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *