Perkembangan Pemenuhan HAM Pasca Reformasi

2
ham2
Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM, selama ini kasus pelanggaran HAM masa lalu mandek. salah satunya akibat kurangnya kemauan politik pemerintah.

Tinjauan Kritis terhadap Penegakan hukum dan HAM di Propinsi Lampung dalam rangka Hari HAM Internasional 10 Desember 2014

Oleh : Dimas Fezari Putra*

Peringatan Hari HAM Internasional pada tanggal 10 desember di tahun ini diharapkan sebagian besar kalangan dapat memberikan angin segar dalam penegakan Pelanggaran HAM dimasa lalu dan pemenuhan HAM untuk selanjutnya kepada Pemerintahan yang baru yang dipimpin oleh Jokowi dan JK yang selama digaungkan akan memberi perubahan terhadap pemenuhan HAM . Beberapa era Rezim yang berkuasa Pasca Reformasi sebelumnya Hak Asasi Manusia juga telah melembaga secara positif di dalam rezim hukum di Indonesia. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dengan menambah Pasal 28; pengesahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarga Mereka; merupakan bukti menarik atas perkembangan situasi hak asasi manusia di Indonesia.

Hak asasi manusia juga telah memiliki mekanisme implementasi dan monitoring yang relatif memadai. Mahkamah Konstitusi yang berwenang menerima komplain atas potensi pelanggaran hak asasi manusia karena tidak singkronnya undang-undang dengan Undang-Undang Dasar serta pelanggaran hak-hak politik menjadi media bagi masyarakat yang merasa hak-haknya terlanggar. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (dan Komisi senada seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menjadi tempat mengadu yang egaliter dengan prinsip independensi mereka. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban juga menjadi tempat berteduh bagi orang-orang yang merasa terancam jiwa dan fisiknya karena menjadi korban dan/atau menjadi saksi atas terjadinya kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. Ombudsman Republik Indonesia juga menjadi tempat mengadu bagi masyarakat korban diskriminasi dan/atau mal adiministrasi yang dilakukan oleh pejabat publik. Lembaga yang tidak kalah penting adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia yang berwenang memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran berat hak asasi manusia berupa genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Lembaga terakhir ini menjadi lokasi bagi para korban kejahatan serius yang sebelumnya tidak mendapatkan keadilan karena pelaku bebas berkeliaran dan tidak ada mekanisme yang memadai untuk meminta pertanggungjawaban kepada mereka. Kritik terbesar atas berdirinya Pengadilan Hak Asasi Manusia ini adalah bahwa patut diduga Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia justru menjadi bagian dari “upaya melanggengkan impunitas” bagi para pelaku. Sinyalemen ini terlihat dari dibebaskannya seluruh pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia masa lalu, baik yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. Jauh sebelum pembebasan para pelaku, yaitu sesaat setelah selasai Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk Timor Timur, David Cohen telah membuat kesimpulan bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia memang dibuat secara sengaja untuk gagal (intended to fail).

 Kritik atas pelembagaan positif ini tetaplah masih besar. Pelembagaan positif hak asasi manusia tidak selalu berbanding lurus dengan perbaikan status dan kondisi hak asasi manusia di Indonesia. Bahkan realitas aktual menunjukkan hal yang sebaliknya. Pengesahan berbagai peraturan perundang-undangan yang berdimensi hak asasi manusia terus dilakukan, namun di sisi lain pelanggaran hak asasi manusia juga tetap terjadi di banyak tempat, tidak hanya pelanggaran hak sipil dan politik tetapi juga hak ekonomi, social dan budaya.

 Pemenuhan HAM di Propinsi Lampung

Di propinsi Lampung sendiri ada dua catatan pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan yaitu Kasus Talang Sari dan Tragedi Bedarah UBL. Dua kasus itu sangat menyisakan perih dan trauma yang mendalam terhadap korban dan atau keluarga korban, sampai sekarang kedua kasus itu. Khusus tragedi Talang Sari kembali menjadi Topik hangat ditahun 2014 ini setelah ada pernyatan Mantan Kepala BIN A.M Hendropriyono kepada wartawan Majalah Time New York tentang Tragedi Talang Sari yang pada saat itu ia menjabat sebagai Komandan Korem Garuda HItam Lampung yang beradar luas di media online. Ia Mengemukakan bahwa pada saat kejadian tersebut tidak ada Pembunuhan, yang ada hanya sekelompok orang yang membakar diri. Pernyataan tersebut membuat para keluarga korban talangsari menjadi berang dan marah karena menurut pengakuan perwakilan warga talang sari hal tersebut tidak benar, yang sebenarnya terjadi adalah penembakan yang membabibuta odan pembakaran oleh oknum aparat militer pada waktu itu. Kasus talang sari adalah salah satu dari sekian kasus yang diduga melibatkan mantan Jendral tersebut. Sedangkan untuk Kasus tragedy UBL berdarah yang menewaskan dua orang mahasiswa dan puluhan lainnya luka-luka sampai sekarang belum terlihat itikad baik dari pemerintah untuk menyelidiki kasus tersebut bahkan cenderung dilupakan.

 Selain dua kasus Pelanggaran HAM masa lalu Yang belum terselesaikan sampai sekarang, yang tak kalah pentingnya dua tahun kebelakangan ini LBH Bandar Lampung mencatat beberapa konflik sosial (seperti Konflik Bali Nuraga Lampung Selatan dan Konflik antar Desa Tanjung Harapan Lampung Tengah) dan tindakan criminal yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM terjadi karena kelalaian dari pihak kepolisian dalam merespon suatu tindak kriminal. Seperti Konflik Bali Nuraga yang terjadi di duga karena pelecehan seksual terhadap wanita yang dilakukan oleh beberapa pria dari desa balinuraga. Keluaga korban pelecehan sudah melaporkan tindakan tersebut ke Aparat Kepolisian, akan tetapi Pihak kepolisian tidak serius menanggapinya. Hal tersebut yang diduga memicu warga untuk menyerang Desa Bali Nuraga tersebut. Kasus tersebut hanyalah segelintir contoh dari kelalaian aparat Kepolisian merespon kasus yang memicu konflik Sosial bahkan konflik horizontal yang bernuansa SARA. Selanjutnya Konflik anatar dususn di Desa tanjung harapaan lampung tengah juga dipicu dari tindak criminal yang kurang mendapat perhatian dari aparat penegak hukum. Tindak criminal yang terjadi seakan dibiarkan, hal tersebut membuat warga hilang kepercayaan terhadap aparat kepolisian dan mengambil tindakan main hakim sendiri yang memicu konflik anatar dua dusun satu desa tersebut.. Selain dari lambatnya respon aparat Kepolisian dalam Penegakan Hukum, kami juga mengkritisi cara Penegakan Hukum yang diterapkan. Sebenarnya Proses reformasi yang dilakukan pemerintah terhadap Kepolisian Republik Indonesia dari mulai kebijakan serta peraturan, pendidikan internal dan Prosedur tetap tentang proses penegakan hukum terhadap suatu tidak kriminal sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dan mengedepankan HAM. Akan tetapi pada Implementasinya kami menemukan masih banyak pelanggaran yang dilakukan dengan dalih penegakan hukum. LBH Bandar Lampung mencatat masih ada kasus seperti dugaan salah tangkap, dugaan salah prosedur dalam menjalankan protap bahkan masih ada penyiksaan yang diduga dilakukan oknum aparat Kepolisian.

 Beberapa hal lain yang kami catat juga beberapa dugaan Pelanggaran HAM yang terjadi di tahun 2014 antara lain :

  1. Pelanggaran terhadap Hak Kebebasan Berekspresi dan menyampaikan pendapat dimuka umum
  2. Pembubaran terhadap Demo FMN(Front Mahasiswa Nasional) Lampung pada saat Presiden SBY melakukan Kunjungan kerja ke lampung
  3. Pemukulan Terhadap Aktivis HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) cabang Bandar Lampung Pada saat Demo Menolak Kenaikan BBM
  4. Aktivis PRD Rahmat Husein dilaporkan oleh Bank Panin Karena Broadcast melalui BBM yang dianggap mencemarkan Nama baik
  5. Penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisan sektor Tulang Bawang udik terhadap tersangka kasus pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian sehingga mengakibatkan salah satu kaki tersangka harus diamputasi
  6. kasus pengeroyokan korban Sendi (16 tahun) korban cacat fisik dan mental permanen dari tahun 2013 sampai saat ini belum di tangkap serta diproses para pelakunya
  7. Pasien Rumah Sakit Umum Kota Bandar Lampung yang dibuang oleh oknum Pegawai Rumah sakit karena dianggap tidak jelas asal usulnya sehingga menyebabkan korban meninggal dunia.
  8. Kasus klriminalisasi terhadap anak yang diduga melakukan pemukulan terhadap aparat Kepolisian yang sedang bertugas.
  9. Kasus kekerasan terhadap jurnalis :
  10. Pemukulan terhadap wartawan Lampungku.com oleh preman di pelabuhan bakauheni yang sebelumnya sudah mengancam beberapa kali akibat dari pemberitaan yang menyinggung preman tersebut. Sebelum terjadi wartawan tersebut sudah melaporkan ke pihak kepolisian akan tetapi tidak ada tindakan tegas oleh aparat terhadap preman tersebut. Alhirnya berujung pemukulan.
  11. Pengancaman yang dilakukan oleh Kabid darat dinas perhubungan Mesuji terhadap wartawan yang meliput kasus dugaan korupsi yang dilakukan
  12. Intimidasi yang dilakukan oleh pihak RSUDAM terhadap wartawan Poros Lampung yang ingin mewawancarai.
  13. Konflik Agraria
  14. PT KAI Sub drive tanjungkarang dengan warga pensiunan kereta api serta warga bantaran rel.
  15. Warga masrakat sabah balau dengan pemerintah propinsi terkait tanah eks PTPN
  16. Masyarakat adat sukadana dan Marbun Dkk dengan Kwarnas Pramuka terkait lahan yang diambil paksa pada tahun 1974 oleh Pemerintah.
  17. Warga gang burung dengan Honda, terkait dengan penutupan Akses jalan yang diklaim milik Honda

Harapan dan Pesan

Demikianlah beberapa catatan kekinian serta beberapa tanggapan kritis. kondisi Penegakan Hukum dan Ham di lampung Pembangunan hukum hak asasi manusia di Indonesia pada umumnya khususnya di Propinsi Lampung haruslah memperhatikan nilai-nilai serta cita-cita hukum masyarakat Indonesia dalam hal ini tidak lain adalah Pancasila. Agar pelaksanaan hak asasi manusia dapat efektif, perlu adanya sinkronisasi dan interpretasi terhadap dokumen hak asasi manusia universal dan nasional sehingga ditemukan harmonisasi dari keduanya. Harapan Kami untuk kedepannya terhadap rezim kepemipinan yang baru baik di NKRI pada umumnya dan di Propinsi lampung khususnya untuk lebih baik dalam penegakan hukum dan pemenuhan HAM, karena pada hakikatnya pembentukan Suatu Negara yang isinya Aparat represif dan aparat ideologis tak lain adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarat yang aman, adil dan Makmur.

10419011_951888334827320_822141604438423230_n* Penulis adalah Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung, Fakultas Syariah angkatan 2009. Penulis juga aktif sebagai volunteer di LBH Bandar Lampung

2 thoughts on “Perkembangan Pemenuhan HAM Pasca Reformasi

  1. The Cooperation also continues to develop an active community of professional consultants, foundations,
    municipalities and not-for-profit organizations located throughout the Fundamental New York region to assist area residents, businesses
    and visitors. See our web links and assets web site
    for more info Remember to.

  2. Proven inside 2003, Bangladesh Sociological Contemporary society is an affiliation associated with
    sociologists from Bangladesh recognized for the promo associated with sociological teaching, researching and syndication in Bangladesh.
    The primary purposeful of the Society is usually,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *