Penggusuran Pandang Raya Cacat Hukum

0
101928_20140912_101658_resized
Rumah Warga Pandang Raya yang digusur / foto: Alonk

Makassar, cakrawalaide.com — Penggusuran Warga Pandang Raya tanggal 12 September 2014 yang janggal dan cacat hukum, dan tidak mengikuti prosedural yang ada membuat beberapa aktivis LSM, Mahasiswa, dan warga yang bersolidaritas untuk melayangkan protes dan kecaman keras terhadap tindakan sewenang-wenang alat negara.

Penggusuran dinilai melanggar prosedur menurut Wawan dari LBH Makassar adalah, adanya intervensi Kapolrestabes terhadap kekuasaan kehakiman dalam hal ini Wakil Ketua Pengadilan Negeri Makassar Andi Cakra melalui surat Kapolrestabes Makassar tertanggal 9 September 2014 Nomor : B/2042/IX/2014.

Dalam Konferensi Pers Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor LBH Makassar kemarin (16/09) menegaskan adanya intervensi tersebut. Ditemukan bahwa surat Bantuan Pengamanan Eksekusi melanggar prinsip “tidak menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi”, sebagaimana diatur dalam huruf E angka 2. Huruf A, KMA Nomor : 026/KMA/SK/II/2012 karena penerbitannya hanya didasarkan pada Surat Kapolrestabes Makassar. Sehingga terkesan bahwa terlapor telah didikte oleh institusi kepolisian, tanpa terlebih dahulu mempelajari dan meneliti dokumen terkait, khusunya Fatwa Mahkamah Agung RI tertanggal 20 April 2014 dan beberapa fakta tentang ketidakjelasan objek tanah sengketa yang akan dieksekusi, sebagaimana yang dimaksud dalam surat-surat Lurah Pandang Raya Kota Makassar Nomor : 64/KPD/VIII/2009, perihalnya adalah penjelasan mengenai letak objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) an. Drs. Goman Wisan, Surat Camat Panakukang Tanggal 16 Desember 2009 tentang perbedaan persil masing-masing 52.a SI dan persil 52.a SII, dan Surat Keterangan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar Nomor : 2835/600.14.7371/XI/2009, tentang Perbedaan objek tanah

Selain itu, Andi Cakra sebagai Wakil Ketua PN Makassar dinilai sebagai pihak bertanggung jawab dikarenakan Penerbitan surat Bantuan Eksekusi yang ditandatanganiya tersebut dibuat dengan melanggar prinsi “cermat” sebagaimana diatur dalam huruf E angka 2. Huruf e, KMA Nomor : 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan, karena surat tersebut dibuat sangat tergesa-gesa yakni pada tanggal 9 September 2014 bersamaan dengan surat Kapolrestabes Makassar sebagai surat yang mendasari penerbitan surat dari pengadilan.

Selain Andi Cakra (Wakil Ketua PN Makassar), yang menjadi sorotan dan dianggap paling bertanggungjawab menurut Koalisi Masyarakat Sipil ini adalah Kapolrestabes Makassar. Hal ini didasari oleh pelaksanaan eksekusi tidak bersumber dari hasil dari hasil kajian/penelitian berkas perkara dan dokumen terkait oleh Ketua Pengadilan Negeri, melainkan berdasarkan inisiasi Kapolrestabes Makassar dengan surat Nomor : B/2042/IX/2014, tertanggal 9 September 2014. Sementara sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum acara perdata yang berlaku (Pasal 195 HIR/Pasal 207 RBG) adalah kewenangan menjalankan putusan (eksekusi) perdata merupakan kewenangan dari Ketua Pengadilan.

Menurut koalisi, tugas institusi kepolisian seharusnya bersifat pasif yakni hanya memberikan antuan pengamanan berdasarkan permintaan pengadilan. Atas dasar ini, terdapat dugaan bahwa Kapolrestabes Makassar melanggar pasal 6 huruf p dan q PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian.

Penulis : Ayi
Red : Ai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *