tikus - tikus korup / foto : google.com
tikus – tikus korup / foto : google.com
Dalam beberapa hal, masyarakat sipil secara tidak langsung melakukan yang namanya korupsi. Bahkan di kalangan aktivispun terkadang secara tidak sadar melakukan korupsi, baik itu korupsi dalam pemerintahan ataupun diluar dari pemerintahan. Tidak dapat sepenuhnya menyalahkan masyarakat yang awam tentang korupsi, Karena terkadang banyak hal yang dikotomi dalam korupsi itu sendiri dalam benak mereka.

Peran pemuda sebagai intelektual organik, dalam membangun kesadaran di masyarakat sangatlah dibutuhkan. Bukan sekedar mengadvokasi kasus yang terkesan reaksioner, melainkan menyadarkan bahwa dari kemarin, saat ini, dan yang akan datang itu tidak lepas dari korupsi. Kemarin kita dibodohi karena korupsi dan saat ini kita miskin dan tak mendapat hak-hak yang lain karena korupsi serta nasib anak cucu yang akan datang semakin terbengkalai karena korupsi.

Ritme Laju Korupsi
Sejarah korupsi di Indonesia sudah ada di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Seperti pada 15 April 1805 Nicolas Engelhard, gubernur pantai timur jawa yang di tulis oleh Duku Imam Widodo. Dalam pengalaman yang di tulisnya, Nicolas menjadi kaya karena upeti (Sogokan) oleh pribumi yang menginginkan jabatan. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia korupsi di Indonesia bukannya sudah tidak ada lagi melainkan korupsi semakin menjadi-jadi, akhirnya beberapa kebijakan dikeluarkan seperti tahun 1957 dikeluarkan penetapan peraturan penguasa militer tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tahun 1958 penguasa perang pusat kepala staf angkatan darat juga mengeluarkan peraturan antikorupsi dan pada tahun 1960 keluar PP (Peraturan Pemerintah) pengganti undang – undang No. 24 1960. Serta beberapa peraturan yang lain yang membawa semangat pemberantasan korupsi. Tapi itu kemudian belumlah cukup untuk menyeleseaikan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kemudian, Korupsi di permantap pada rezim Kepemimpinan Soeharto. Di awal kepemimpinannya, dengan naiknya orang-orang terdekat Soeharto sebagai pemegang posisi penting dalam Negara semakin memperkokoh korupsi bercokol di Indonesia. Meskipun ada upaya – upaya pemberantasan korupsi seperti pembentukan tim pemberantasan korupsi pada tahun 1967, namun yang menjadi penegak hukum tak mampu independen dikarenakan kepemimpinan Soeharto yang yang sangat otoritarian.

Sampai pada tahun 2003, terbentuklah lembaga Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang membawa semangat reformasi hasil dari kemuakan terhadap korupsi yang dilakukan oleh Soeharto beserta krooni-kroninya. Namun sampai pada saat ini, KPK sendiri belum mampu berbuat terlalu jauh dikarenakan KPK belum banyak mendapat dukungan dari Masyarakat sipil. Belum lagi, KPK sampai saat ini masih terus dihantui dengan upaya-upaya pelemahan, baik itu wewenang atau terhadap anggota KPK.

Seolah sampai saat ini KPK berdiri sendiri dalam memerangi Korupsi. Padahal Sebagai Warga Negara kita semua adalah korban dari Korupsi. Khususnya Anak muda sebagai penerus bangsa sudah selayaknya ikut memerangi Korupsi, karena Korupsi bukanlah masalah KPK saja. Anak mudah harusnya mampu memotong rantai budaya korupsi yang turun-temurun. Bukannya seperti packa reformasi anak muda yang marah dan muak akan korupsi justru kembali ikut memperpanjang rantai korupsi di Indonesia.

Anak Muda dalam Korupsi
banyak timbul pertanyaan yang mungkin membuat anak mudah enggan dan apatis terhadap korupsi. Seperti, apakah mungkin untuk melakukan pemberantasan korupsi karena memerangi korupsi berarti harus melawan orang – orang besar serta memiliki kekuasaan dan modal yang kuat. Benar bahwa kekuasaan dan modal adalah rintangan yang berat namun bukan berarti pemberantasan korupsi adalah hal yang utopis.

Memang benar adanya bahwa korupsi sudah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan sampai pada saat ini kemudian itu menjadi budaya dalam masyarakat. Yang tadinya Korupsi adalah suatu anomali sosial, tapi pada saat ini seolah korupsi seperti hal yang memang sudah sewajarnya . Tapi bukan berarti Anak muda harus menutup mata dan menerima sebagai takdir. melainkan sadar bahwa justru jika anak muda ikut menutup mata dan menerima Korupsi adalah sesuatu yang menjadi sewajarnya. Itu berarti anak mudah justru ikut memperpanjang sejarah barisan penindasan.

Masa Depan Korupsi di Tangan Pemuda
Anak muda sudah sepatutnya belajar dari sejarah, bahwa nenek moyang yang dulu ikut memperpanjang barisan penindasan dengan sogok menyogok hanya untuk kekuasaan. Yang kemudian kekuasaan digunakan untuk mengakumulatif kekayaan. Jika Anak muda hari ini masih melakukan hal yang demikian, berarti tidak ada bedanya anak muda sekarang dengan orang – orang dulu yang di jajah karena kelakuannya sendiri.

Dalam memerangi korupsi, bukan saja bagaimana kita mampu membuat kebijakan – kebijakan dan aturan untuk menghukum para koruptor. Melainkan bagaimana membangun kesadaran dalam masyarakat bahwa korusi adalah masalah bersama. Bukan sekedar urusan pengadilan dan penegak hukum lainnya melainkan korusi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari – hari. Dan Anak muda seharusnya hadir sebagai pemantik dalam masyarakat untuk merubah paradigma yang lebih maju untuk memerangi korupsi.
Jika hari ini anak muda yang mau tidak mau menjadi penerus bangsa. Bersatu dan ikut dalam memerangi korupsi, jelas dan terang akan terpotong rantai yang menjadi budaya korupsi. karena pemuda memliki zaman masing – masing, sehingga pemuda berhak memilih seperti apa zamannya. Anak muda tidak mungkin lepas dari sejarah, bukan berarti tidak mampu membuat sejarahnya sendiri.

Nurdiansyah Bur,
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Teknologi Industry UMI

10887188_403135323169584_7214712612861548663_o

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *