Organisasi Tidaklah Menghalangi Kesuksesan Akademik

3

Dewasa ini, organisasi kerap dianggap sebagai hal negatif yang dapat menghambat keberhasilan. Khususnya bagi para mahasiswa akademisi yang memprioritaskan nilai IPK tinggi, karena fokus dengan IPK lantas mengenyampingkan persoalan organisasi. Organisasi dianggap cukup menyita waktu, sehingga ketika dihadapkan dengan pilihan antara kuliah atau organisasi, kuliah menjadi jawaban utama yang dipilih.

Namun, beda halnya dengan Khairiani (22) seorang perempuan yang akrab disapa Rani oleh teman-temannya. Rani merupakan salah satu wisudawan terbaik di Universitas Muslim Indonesia (UMI) periode 1 tahun 2018 dan mendapatkan penghargaan dengan kelulusan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,91.

Rani adalah mahasiswa Fakuktas Agama Islam (FAI) yang mengambil konsentrasi studi Hukum Keluarga Islam (HKI) angkatan 2014. Namun berbeda dengan para wisudawan terbaik lainnya dengan prestasi akademik yang baik. Ada hal yang menarik penting untuk diulas terkait sosok Rani dalam sepakterjangnya di organisasi yang cukup gemilang. Tak hanya berprestasi dalam hal akademik, akan tetapi sosoknya juga dikenal sebagai mahasiswa organisatoris yang profesional. Dalam kacamata teman-teman mahasiswanya, Rani adalah sosok perempuan yang rajin, pintar, mandiri, dan rasa keingintahuannya yang besar, serta semangat belajarnya yang tinggi menjadi jawaban mendasar dari keberhasilan yang torehnya saat ini.

Dalam wawancara singkat di kediamannya yang berada di Perumahan Dewi Kumala Sari blok AB 7 No 6. Ia menceritakan pengalamannya selama aktif di organisasi dan beberapa kali menjabati posisi strategis dalam struktur organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Ia mengatakan, organisasi adalah bagian yang sangat penting yang menunjang keberhasilannya. Di organisasi Ia belajar banyak hal, ilmu pengetahuan, latihan mental, serta melatih diri tuk jadi pemimpin itu dia dapatkan dari pengalaman-pengalamannya di organisasi.

“Banyak hal saya dapatkan dari organisasi yang tidak saya dapatkan dalam pembelajaran formal diperkuliahan, dan saya merasa sangat bersyukur dari pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan itu sangatlah bermanfaat bagi pembentukan karakter saya,” ucapnya dengan suara penuh semangat dan percaya diri.

Ia juga menyadari, keaktifannya di organisasi banyak membawa perubahan positif pada dirinya. Mengingat sosoknya yang dulu tidak pandai bergaul, tidak percaya diri, dan pendiam. Namun melihat dirinya sekarang yang ramah dan ceria, penuh percaya diri, serta pandai bergaul, sangatlah berbeda dengan kepribadiannya yang dulu.

Hal itu dibenarkan oleh salah satu rekan sejawatnya di organisasi yang menceritakan tentang sosoknya yang awalnya pendiam dan kerap menutup diri. Ketua BEM FAI UMI, Ahmad Maulana mengatakan, “dulunya dia itu orangnya pemalu, tidak percaya diri, tidak pandai bergaul, dan tidak lancar berbicara didepan orang banyak, tapi mendengar kabar dia termasuk salah satu wisudawan terbaik, selaku rekannya saya sangat merasa bangga.” Ahmad Maulana juga berpesan semoga ilmu yang didapatnya bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak.

Menilik keterlibatannya di organisasi sudah Ia mulai sejak menjadi mahasiswa. Di organisasi internal kampus Ia pernah menduduki jabatan sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Syariah (HAMAS) tahun 2015, kemudian dipercayakan sebagai penanggung jawab sementara selaku sekertaris HAMAS. Di tahun berikutnya, Ia pun dimandatkan sebagai sekertaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2016-2017.

Langkahnya di organisasi tak hanya terhenti di internal kampus saja. Ia juga aktif di organisasi eksternal kampus, dalam hal ini Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon FAI UMI. Dalam rekam jejaknya, Ia sudah terlibat di PMII Rayon FAI UMI pada tahun 2014 sebagai anggota devisi keperempuanan. Kemudian menjabat selaku ketua tiga bidang keperempuanan pada tahun 2015. Di tahun berikutnya Ia pun menjabat sebagai dewan pembina di PMII Rayon FAI UMI.

Rekam jejaknya yang gemilang di organisasi, sudah cukup mematahkan teori kebohongan yang menjamur dikalangan mahasiswa saat ini. Beranggapan bahwa beorganisasi di semester tahun ajaran pertama itu terlalu dini dan bakalan mengganggu akademik. Ataukah menganggap di semester 6 keatas terlalu tua untuk berorganisasi, semester akhir adalah waktu untuk fokus akademik demi gelar sarjana yang didambakan. Anggapan demikian sangatlah tidak rasional, membatasi proses di organisasi dengan bilangan 4 semestar saja waktu yang tepat tuk berorganisasi. Tak jarang juga kita jumpai, teori kebohongan itu juga terucap dari mulut seorang pendidik dengan rasa bangga tanpa sadar membodohi mahasiswanya.

Terlebih lagi memandang dia sebagai sosok perempuan, dikaitkan dengan realitas yang terjadi di dunia kampus. Budaya patriarki yang menganggap perempuan sebagai second class (menomor duakan perempuan) masih menjamur dan terjadi dalam dunia kampus, bahkan pada beberapa organisasi. Budaya patriarki yang menilai perempuan tidak sepantasnya berorganisasi sebab pada hakikatnya tugas perempuan hanya di dapur, sumur, dan kasur. Masalah ini menjadi hambatan terbesar bagi perempuan yang mencoba keluar dari zona nyamannya, budaya patriarki yang sangat membatasi dan menganggap perempuan tidak layak menjadi pemimpin. Namun semangat belajarnya yang kuat, kini Ia mampu menunjukkan bahwa perempuan juga bisa, perempuan juga layak menjadi pemimpin. Hal itu dibuktikannya ketika Ia dipercayakan menjadi steering committe pada kegiatan-kegiatan besar yang diselenggarakan oleh mahasiswa. Dengan penuh rasa percaya diri, Ia pun memimpin beberapa kegiatan-kegiatan dan terbilang sukses memimpin kelancaran jalannya acara.

Melihat jejak rekamnya yang bisa dikatakan tanggungjawab di organisasi cukup banyak menyita waktunya. Namun Ia berhasil menyandingkan kedua hal tersebut dengan baik. Dalam wawancara, Ia juga membeberkan rahasianya, kunci kesuksesan dalam membagi waktu antara urusan akademik dengan organisasi. Kesulitan ini yang mungkin banyak dikeluhkan oleh mahasiswa dengan watak mahasiswa sekarang yang lebih memilih hal praktis dan tidak mau ambil pusing. Diluar sana banyak mahasiswa yang pandai dalam akademik namun minim pengalaman berorganisasi, begitupun sebaliknya mahasiswa yang hebat dalam hal berorganisasi namun bobrok di akademiknya.

“Sebagai mahasiswa kita harus pintar melihat hal yang mana patut diprioritaskan, kuliah memang penting tapi organisasi juga tak kalah penting, tinggal bagaimana cara kita mengatur waktu agar salah satu dari keduanya tidak kita tinggalkan,” jelasnya.

Karena kegigihan serta keuletannya selama mengemban amanah di organisasi. Kini sosoknya sangat banyak menginspirasi khalayak khususnya bagi kaum perempuan. Salah satunya Ketua Himpunan Mahasiswa Syariah, Filma Ayuana yang menyatakan rasa kagum dan salut atas prestasi dan keberhasilannya. “Saya sangat kagum dengan prestasi yang didapatkannya sebagau salah satu wisudawan terbaik UMI, saya juga salut dengannya karena dia juga aktif di organisasi, kesibukannya di organisasi tidak membuatnya lupa dengan tanggungjawab kuliah, dengan berorganisasi baginya adalah tentang belajar banyak hal yang tidak didapatkan di ruang kuliah,” terang Filma Ayuana yang juga merupakan teman karibnya.

Penghargaan yang didapatkan sebagai wisudawan terbaik karena kepintarannya diakademik serasa tidak cukup. Sebab selama di kampus, Ia cukup banyak menginspirasi, menyisihkan dalam memori ingatan teman-teman yang ditinggalkannya, Ia juga dikenang sabagai sosok panutan dan banyak yang ingin seperti dirinya.!

 

Penulis : MF

Red : Parle’

3 thoughts on “Organisasi Tidaklah Menghalangi Kesuksesan Akademik

  1. Do you mind if I quote a couple of your articles as long as I provide credit and sources back to your site? My blog is in the very same niche as yours and my visitors would definitely benefit from some of the information you present here. Please let me know if this okay with you. Many thanks!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *