Pencabutan Hak Belajar, Keputusan Prematur Dekan FPIK

0
lawar
ilustrasi

Makassar, cakrawalaide.com – Pencabutan hak belajar mahasiswa kembali terjadi di UMI. Tak genap dua bulan, rentetan kekerasan akademik berupa skorsing terjadi di empat jurusan di UMI, Jurusan Sastra Inggris, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Jurusan Ilmu Komunikasi, dan keputusan skorsing kembali dilayangkan birokrasi ke dua mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), yaitu Yusdin dan Muhammad Safar Talaohu. Keduanya adalah pengurus badan eksekutif mahasiswa.

Pencabutan hak mahasiswa dibeberapa jurusan ini mempunyai alasan yang mirip, masing-masing di skorsing karena menyangkut aktifitas lembaga mahasiswa terkait yang tidak mendapat restu birokrat. Di Jurusan Sastra Inggris dan Jurusan Ilmu Komunikasi misalnya, birokrasi mengskorsing mahasiswa karena lembaga mengadakan pelatihan dan pendidikan untuk mahasiswa baru.

Mahasiswa menganggap bahwa kegiatan ini bernilai positif karena ini menyangkut keakraban, pendidikan karakter, dan penanaman nilai-nilai kemahasiswaan, sedangkan birokrasi (pihak dekan dan rektorat) menganggap kegiatan ini dibungkus dengan serangkaian kekerasan fisik terhadap mahasiswa baru. Banyak yang menilai keputusan skorsing oleh birokrasi prematur karena hanya berdasarkan asumsi-asumsi, dan tak adanya bukti-bukti yang menjadi alas birokrasi menjatuhkan skorsing. Respon mahasiswa yang menolak kemudian melakukan audiens, lobi, namun birokrasi tetap pada keputusannya itu.

Setelah buntunya upaya di Fakultas Sastra, kejadian serupa terjadi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), surat skorsing satu semester dilayangkan kepada Yusdin dan Muhammad Safar Talaohu, Rabu (12/11) masing-masing adalah mahasiswa angkatan 2012 juga ketua dan sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FPIK).

Sama seperti alasan birokrasi mengskorsing mahasiswa di Fakultas Sastra, kedua mahasiswa ini di skorsing karena tanpa izin mengadakan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Dasar Orientasi Perikanan dan Ilmu Kelautan (DOLPIN) tanggal 31 Oktober – 2 November 2014 di Kabupaten Takalar tepatnya di Desa Punaga. Keputusan ini dinilai sewenang-wenang dan memantik kecaman mahasiswa kepada pihak birokrasi fakultas.

Mengecam surat skorsing, mahasiswa meminta Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dr. Asbar, M.Si menjelaskan secara terang alasan diterbitkannya surat skorsing tersebut. Upaya baik juga dilakukan Yusdin (Ketua BEM FPIK) yang mendatangi rumah dekannya untuk meminta agar dekan bersedia menarik surat skorsing. Yusdin bersama Mahasiswa FPIK juga mendatangi rumah Ketua Jurusan Ilmu Kelautan UMI Ir. Kamil Yusuf, M.Si dengan upaya yang sama. Namun kedua upaya ini buntu dan pihak birokrasi kekeh tak akan mengubah keputusannya.

Sama seperti kasus skorsing sebelumnya, keputusan ini sepihak dan prematur. Mekanisme universitas jelas mengatakan bahwa hukuman skorsing dapat diambil ketika adanya pelanggaran berat, dan keputusan skorsing terbit jika terlebih dahulu adanya teguran tertulis sebanyak tiga kali kepada si pelanggar. Namun ditemui sekretariatnya, Yusdin mengatakan tak mendapatkan surat teguran terlebih dahulu “semua langsung diskorsing” kata dia.

Penulis: Her
Red: Ayie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *