Marsinah, Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung Usai

0

Ilustrasi Marsinah, Aktivis buruh perempuan di PT. Catur Putra Surya (CPS).

Marsinah

Makassar, Cakrawalaide.com – Berbicara persoalan emansipasi wanita kita tidak bisa terlepas dari tokoh-tokoh perempuan yang memperjuangkan kesetaraan bagi kaumnya yaitu kaum hawa. Seperti R.A. Kartini yang memperjuangkan kesetaraan hak perempuan dalam hal pendidikan pada masa kolonial Belanda dan tokoh-tokoh emansipasi wanita seperti Dewi Sartika, Cut  Nyak Dien, Hj. Rangkayo Rasuna Said, Maria Walanda Maramis dan Marsinah.

Menurut salah satu mahasiswi ilmu komputer, Nurul Baety dalam wawancaranya, “Sudah sepantasnya, perempuan turut mengambil peran dalam ranah publik sebab telah banyak pejuang perempuan yang meneriakkan tentang emansipasi wanita,” Senin (08/05).

 Emansipasi perempuan  menjadi hal yang dilema di Indonesia, beberapa kasus masih kita peringati sebagai wujud peduli kita terhadap pengusutan kasus-kasus yang tak kunjung selesai.

 Tanggal 08 Mei adalah tragedi yang merenggut nyawa aktivis buruh, yakni Marsinah. Salah satu pejuang perempuan yang mulai mengambil peran dalam ranah publik dengan ikut bekerja di luar rumah sebagai buruh di pabrik PT. Catur Surya Putra (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur adalah kasus yang berujung kebuntuan.

Pada tanggal 5 Mei 1993, Marsinah dikabarkan menghilang hingga tanggal 8 Mei 1993 ditemukan tidak lagi bernyawa di sekitar hutan dusun wilangan dengan tubuh penuh luka.

Menurut Siti Fatimah salah satu mahasiswi sastra UMI, “Pemerintah harus lebih tegas menyikapi berbagai persoalan terkait dengan pelanggaran HAM,” ujarnya.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 A berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Namun, tetap saja beberapa kasus tak mampu diselesaikan oleh pemerintah.

Melihat realitas yang ada bahwa sederetan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia tak cukup terselesaikan hanya dengan mengandalkan penegak hukum menegakkan keadilan, tapi hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama, mengerti hak-hak dan kewajiban masing-masing sehingga momok yang menyeramkan di Indonesia, mulai dari peristiwa G30S/PKI (1965-1966), Peristiwa Tanjung Priok (1984), Kasus Penganiayaan Wartawan Udin (1996), Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998), dan Kasus Pembunuhan Munir (2004) menemui titik terang.

Penulis: Shaleh

Editor : Nursaid

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *