Ajang Miss Indonesia, Siapa yang Diuntungkan ?

0
images
Perempuan dan kosmetik dalam arena konsumerisme / Ilustrasi

Oleh: Siviakiranaa*

Melihat ajang pemilihan Putri Indonesia yang baru digelar beberapa hari yang lalu, penulis merasa sedikit riskan. Mengapa ? karena jika melihat dan mencernai acara tersebut, tiap perempuan-perempuan yang terhegemoni atas tontonan tersebut dan dengan sendirinya akan terbangun sebuah mindset atau cara berpikir bahwa cantik itu seperti yang demikian.

Layaknya tagline yang terdapat dalam pagelaran Putri Indonessia bahwa cantik itu terpancar dari dalam. Lalu, mengapa untuk memperlihatkan kecantikan itu sendiri mereka harus memakai pakaian terbuka dan memperlihatkan kulit-kulit indah nan menawan juga rambut yang panjang dan bergelombang. Terlalu naif rasanya mengatakan bahwa cantik hanya sebatas itu.

Menariknya, bahwa salah satu finalis dari Provinsi Maluku Utara adalah salah satu alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010. Seperti kita ketahuai bahawa di kampus UMI ada program pencerahan qalbu yang bertempat di Pesantren Darul Mukhlisin Kabupaten Pangkep. Pencerahan kalbu dilakukan selama 30 hari dan ditambah finalis salah satu Putri Indonesia tersebut telah menimba ilmu selama  3 tahun di Universitas Muslim Indonesia yang mana mewajibkan seluruh mahasiswinya untuk mengenakan jilbab.

Mungkinkah Pencerahan kalbu yang di bangga-banggakan UMI merupakan formalitas belaka? Sekali lagi menarik untuk kita cermati bersama. Jangan sampai acara-acara tv seperti ini merusak mindset perempuan- perempuan muslim untuk melihat dan memaknai sebuah arti dari Brain, Beauty and Behavior.

Cantik, cerdas dan anggun menurut penulis adalah bagaimana kita menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik dan menjauhinya. Dari kesemuanya, kita mampu memahami kondisi dan situasi dilingkungan sekitar kita dengan tetap bersikap anggun layaknya seorang perempuan. Jadi, penulis dapat mengatakan bahwa jelas acara tersebut tak sepenuhnya mewakili perempuan-perempuan Indonesia ataupun menjadi icon untuk memperkenalkan kampung halamannya.

Bisa dipastikan pihak-pihak yang diuntungkan dalam acara ini hanya pemilik modal usaha kecantikan agar jualan dan brand mereka laku saja. Dan lagi-lagi perempuan-perempuan menjadi korban karena telah dieksploitasi tanpa menyadari dirinya.

Yasraf Amir Piliang dalam bukunya “Dunia yang Dilipat” menjelaskan tentang bagaimana kemudian perempuan dieksploitasi dan dimasukkan ke dalam brand-brand para kapital untuk menggugah libido belanja dari tiap-tiap konsumen. Konsumen akan masuk kedalam arena konsumerisme yang menjadikan orang tidak dapat lagi membedakan mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang hanya sebatas keinginan saja.

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Farmasi UMI angkatan 2012. Ia juga aktif dalam organisasi eksternal kampus Himpunan mahasiswa Islam. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *